Langsung ke konten utama

Critical Review Jurnal EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DALAM PELAPORAN ASET BIOLOGIS (Studi Kasus Pada Koperasi "M")


EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DALAM PELAPORAN ASET BIOLOGIS (Studi Kasus Pada Koperasi “M”)

(Mengevaluasi dan Mengkritisi Jurnal Penelitian : Esti Laras Aruming Tyas
Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak)

MATA KULIAH SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok 
 

Oleh :
1.      Amalia Fajrin (171011201242)
2.      Shafira Rizki Amanah (171011201510)
3.      Vinni Juliasyari (171011201296)


           
                       
PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2019








Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan SAK ETAP dalam pelaporan aset biologis. Penelitian ini adalah penelitian studi kasus tunggal yang diadakan pada sebuah koperasi perkebunan “M” di kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Proses evaluasi dilakukan berdasarkan kesesuaian aktivitas pengakuan, pengukuran, dan pelaporan khusus pada aset biologis yang dimiliki Koperasi “M”. Data penelitian didapatkan melalui wawancara dengan beberapa narasumber dari Koperasi “M” dan observasi ke lokasi penelitian untuk melihat kegiatan operasional terkait pengolahan aset biologis Koperasi “M”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaporan aset biologis yang dilakukan oleh Koperasi “M” belum sepenuhnya sesuai dengan SAK ETAP. Unsur yang sesuai dengan SAK ETAP adalah pengakuan akun Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) serta penggunaan metode biaya historis sebagai dasar pengukuran aset tersebut. Unsur yang tidak sesuai dengan SAK ETAP adalah tidak adanya pengakuan penyusutan aset biologis yang masuk ke dalam kelompok aset tetap, tidak adanya pengukuran dan pengakuan mengenai beban kerugian atas aset yang rusak atau produk yang cacat, dan tidak terdapat akun Persediaan di dalam Laporan Posisi Keuangannya. Hasil penelitian ini memberikan makna bahwa Koperasi “M” sebaiknya melakukan beberapa poin usulan pelaporan aset biologis seperti yang diajukan oleh peneliti agar penerapan SAK ETAP bisa dilaksanakan dengan baik dan mampu menambah kualitas laporan keuangan Koperasi “M”.

Kata kunci: standar akuntansi, pelaporan, aset biologis, laporan keuangan.










PENDAHULUAN

Dunia bisnis saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan tersebut terjadi dalam semua sektor industri. Semua entitas bisnis berupaya keras untuk meningkatkan kualitas bisnisnya. Peningkatan kualitas entitas bergantung pada informasi ekonomi yang bisa menjelaskan keberadaan dan perkembangan entitas tersebut bagi pihak-pihak lain yang berhubungan dengan entitas. Penyajian informasi terkait dengan aktivitas ekonomi entitas dapat dilakukaan melalui penyajian laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan sarana yang bisa digunakan oleh entitas untuk mengkomunikasikan keadaan terkait dengan kondisi keuangannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik yang berasal dari internal entitas maupun eksternal entitas. Menurut PSAK No. 1 (2009: 13), laporan keuangan adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi (PSAK No.1,2009:05). Laporan keuangan juga menjadi wujud pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya-sumber daya yang dimiliki entitas dan digunakan untuk menjalankan roda bisnis entitas. Tingginya peranan laporan keuangan dalam sebuah sistem industri membuat keberadaan laporan keuangan sangat dibutuhkan, tentunya dengan kualitas laporan keuangan yang baik. Mengingat fungsi penting dari laporan keuangan, maka mutlak bagi entitas untuk melakukan penyusunan laporan keuangan dengan baik, benar, dan sesuai standar yang berlaku. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi asimetri informasi di kalangan pengguna laporan keuangan.
Entitas yang bergerak di bidang industri perkebunan juga wajib menyusun laporan keuangannya sesuai dengan standar yang berlaku, dalam hal ini di Indonesia. Standar akuntansi keuangan menjadi pedoman utama dalam menyusun laporan keuangannya. Terkait dengan pengelolaan aset biologis pada entitas bisnis perkebunan yang menjadi isu penelitian ini, standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, yaitu SAK, tidak memunculkan secara spesifik tentang akuntansi perkebunan atau akuntansi untuk aset biologis. Namun demikian, ada beberapa peraturan yang bisa digunakan sebagai acuan untuk akuntansi aset biologis pada entitas bisnis yang bergerak di bidang perkebunan ini, seperti:Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No: SE-02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan, Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN Berbasis IFRS yang dikeluarkan oleh PT. Perkebunan Nusantara I-IV dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tahun 2011, PSAK 14 tentang Persediaan, PSAK 16 tentang Aset Tetap, IAS 41 tentang Agricultural Asset, dan SAK ETAP.
Salah satu contoh penelitian aset biologis adalah mengenai perlakuan akuntansi untuk aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara XIV di Makasar dan membandingkan perlakuan akuntansi yang ada dengan IAS 41 (Ridwan, 2011). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa entitas terkait mengakui aset biologis yang dimilikinya dalam dua kelompok akun yaitu tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan (Ridwan, 2011). Dalam artikel yang ditulis oleh Sari dan Martini (2011) mengenai Historical Cost vs Fair Value Accounting atas Pengakuan dan Penilaian Tanaman Perkebunan, disebutkan bahwa industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan sektor industri lain, yang ditunjukkan oleh adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Tanaman perkebunan diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu persediaan dan tanaman produksi. Dengan menggunakan historical cost tanaman persediaan dicatat sebesar harga perolehan. Sedangkan apabila menggunakan fair value accounting, tanaman persediaan dan tanaman produksi yang terdiri dari tanaman perkebunan yang belum menghasilkan dan tanaman perkebunan yang menghasilkan harus diukur pada saat pengakuan awal (initial recognition) dan pada setiap tanggal neraca sebesar nilai wajarnya (fair value) dikurangi dengan estimasi biaya pada saat penjualan (point of sale costs).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil obyek penelitian pada Koperasi “M” sebagai salah satu entitas bisnis tanpa akuntanbilitas publik yang bergerak di bidang perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit. Koperasi “M” memfokuskan pengelolaan lahan tanaman kelapa sawit hanya pada penanaman hingga pemanenan berkala atas buah sawit, tanpa melakukan pengolahan lebih lanjut atas buah sawit tersebut. Aset biologis berupa tanaman kelapa sawit yang dikelola oleh Koperasi “M” terbilang cukup besar yaitu 1.776,05 ha yang sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1998 dan akan berencana untuk memperluas lahan kelapa sawit tersebut secara berkala di tahun-tahun mendatang.
Selama ini, Koperasi “M” menerapkan SAK ETAP sebagai pedoman akuntansi dalam menyusun laporan keuangannya. Dengan demikian, apa yang tercantum di SAK ETAP juga digunakan oleh koperasi ini untuk melaporkan aset biologisnya berupa kebun kelapa sawit, meskipun pada SAK ETAP hal ini tidak secara rinci dijelaskan. Koperasi “M” belum melakukan kajian yang menyeluruh mengenai pedoman akuntansi lain yang bisa lebih detail membahas mengenai perlakuan akuntansi aset biologis tersebut. Padahal, keberadaan aset biologis berupa tanaman kelapa sawit ini adalah aset yang sangat penting dan berpengaruh besar terhadap operasional bisnis Koperasi “M”. Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian atas aset biologis milik Koperasi “M”.

Critical Review :
            Berdasarkan hasil evaluasi yang sudah dilakukan, terdapat beberapa hal yang menjadi temuan yaitu :
Pada Koperasi “M” unsur yang sesuai dengan SAK ETAP adalah perlakuan akuntansi untuk aset biologis, manajemen sudah mengakui aset biologis yang dimilikinya dalam dua kelompok akun yaitu tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan, namun unsur yang tidak sesuai dengan SAK ETAP adalah tidak adanya pengakuan penyusutan aset biologis yang masuk ke dalam kelompok aset tetap, tidak adanya pengukuran dan pengakuan mengenai beban kerugian atas aset yang rusak atau produk yang cacat, dan tidak terdapat akun Persediaan di dalam Laporan Posisi Keuangannya.
Koperasi “M” belum melakukan kajian yang menyeluruh mengenai pedoman akuntansi lain yang bisa lebih detail membahas mengenai perlakuan akuntansi aset biologis tersebut.

Alasan Memilih Judul :
Karenadilihat dari fenomena yang ada,peneliti ingin mengevaluasi dan melakukan penelitian terhadap penerapan SAK ETAP dalam pelaporan aset biologis pada Koperasi “M”.













BAB II
LANDASAN TEORI

1.   Aset
Menurut SAK ETAP (2009:6), aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas. Pengertian di atas digunakan sebagai pedoman dalam pemahaman mengenai aset di Indonesia. Pengertian aset menurut SAK ETAP ini selaras dengan pengertian aset menurut International Financial Reporting Standard (IFRS). Karakteristik yang melekat pada akun aset dalam laporan keuangan ini membedakan akun aset dengan akun lain yang muncul dalam laporan keuangan. Beberapa karakteristik mengenai aset adalah (Kieso, 2010:181):
1.    Aset merupakan hasil dari transaksi ekonomi entitas yang dilakukan di masa lalu.
2.    Aset merupakan sumber daya yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan kendali manajemen entitas.
3.    Aset digunakan oleh entitas untuk melaksanakan kegiatan operasional bisnis entitas untuk bisa menghasilkan pendapatan atau manfaat bagi entitas di masa mendatang.



2.   Aset Biologis
Bagi entitas yang bergerak di industri perkebunan atau peternakan, maka akan muncul jenis aset yang khusus pada sederet klasifikasi aset yang dilaporkannya. Aset khusus yang menjadi pembeda tersebut adalah aset biologis. Aset biologis adalah aset entitas berupa hewan dan atau tanaman (IAS 41). Karakteristik khusus yang melekat pada aset biologis terletak pada adanya proses transformasi atau perubahan biologis atas aset ini sampai pada saatnya aset ini dapat dikonsumsi atau dikelola lebih lanjut oleh entitas.
3.   Standar Akuntansi Keuangan
Standar akuntansi keuangan merupakan kerangka acuan dalam prosedur yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan. Standar ini diperlukan untuk menyamakan prosedur dalam segala hal terkait dengan pelaporan keuangan agar laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas bisa diperbandingkan dan dianalisis untuk kepentingan para pengguna laporan keuangan. Implementasi dari standar akuntansi keuangan sifatnya mengikat supaya laporan keuangan tersebut terhindar dari penyajian yang bias.

4.   Standar Akuntansi Keuangan untuk Industri Perkebunan
Di dalam Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan di Indonesia, belum ada pernyataan yang spesifik yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi khusus bagi industri perkebunan. Selama ini hanya ada PSAK 32 yang mengatur mengenai akuntansi kehutanan, yang juga ikut diterapkan dalam industri perkebunan. PSAK 32 ini sudah dicabut oleh IAI dan tidak dipergunakan lagi sebagai suatu standar akuntansi di Indonesia. Standar yang khusus mengenai pengungkapan atau pelaporan aset biologis belum ada. Dengan demikian, penyusunan laporan keuangan bagi entitas perkebunan dilakukan berdasarkan penyesuaian terhadap konsep dan prinsip umum mengenai pelaporan keuangan seperti yang dijelaskan pada PSAK No. 1, Peraturan Bapepam tentang industri perkebunan, dan pedoman akuntansi lain yang sesuai.

5.   Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN Tahun 2011, PSAK No. 14 Revisi 2008, dan PSAK No. 16 Revisi 2011
Kebutuhan akan adanya pedoman akuntansi yang secara detail membahas mengenai akuntansi perkebunan dan juga tuntutan keadaan global yang mengharuskan adopsi terhadap IFRS membuat PTPN I-IV bersama IAI menyusun sebuah pedoman akuntansi perkebunan BUMN berbasis IFRS. Pedoman ini merupakan produk dari regulator dan asosiasi industri yang bersangkutan. Isi dari pedoman akuntansi perkebunan BUMN ini dibuat secara lengkap dan terinci untuk semua komponen laporan keuangan yang dibutuhkan. Terkait dengan perlakuan akuntansi atas aset biologis, dalam pedoman ini yang dapat dijadikan acuan adalah penjelasan pada bagian aset persediaan dan aset tanaman tahunan.

6.   IAS 41Agricultural Asset
Aset biologis dalam agrikultur berupa tanaman dan hewan (IAS 41:5). Jika dikaitkan dengan obyek penelitian ini, maka aset biologis yang dibahas hanya terkait dengan tanaman. IAS 41 mengatur mengenai perlakuan akuntansi, penyajian, dan pengungkapan laporan keuangan terkait dengan aset biologis dan produk hasil pertanian pada saat masa panen sejauh ada kaitannya dengan kegiatan pertanian.

7.   PSAK No. 23 Revisi 2010 tentang Pendapatan
Tinjauan pustaka mengenai PSAK No. 23 Revisi 2010 ini ditampilkan karena dipandang ada keterkaitannya dengan pengakuan pendapatan dari transaksi penjualan barang (hasil panen  aset biologis) pada entitas bisnis perkebunan yang mengelola aset biologis sebagai komoditas utama di dalam operasional bisnisnya.Di dalam PSAK No. 23 (2010:3) pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Untuk pengukuran pendapatan dilakukan dengan mengukur nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima (PSAK 23, 2010:4).

8.   PSAK No. 48 Revisi 2009 tentang Penurunan Nilai Aset
Tinjauan pustaka mengenai standar akuntansi yang mengatur mengenai penurunan nilai aset ini dibutuhkan dalam penelitian karena terkait dengan aset biologis, ternyata aset ini sangat rentan mengalami penurunan nilai dalam berbagai tahapan perkembangan vegetatifnya. Penurunan nilai aset biologis biasanya dikarenakan ada sebagian bentuk aset biologis yang cacat atau rusak sehingga tidak bisa lagi digunakan dalam operasional bisnis entitas dan otomatis mengurangi keseluruhan nilai tercatat dari aset biologis, baik dalam akun TBM, TM, maupun persediaan hasil panennya (TBS).

9.   Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 (2009: 13), laporan keuangan adalah penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan ini menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam nilai moneter (Kieso, 2010). Laporan keuangan merupakan sarana yang bisa digunakan oleh entitas untuk mengkomunikasikan keadaan terkait dengan kondisi keuangannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik yang berasal dari internal entitas maupun eksternal entitas.

Penulis :
Dalam jurnal penelitian ini, peneliti sudah menjelaskan secara khusus dan rinci untuk landasan teorinya. Ada 9 landasan teori yang dijelaskan, beberapa mencantumkan sumber dari peneliti terdahulu sehingga dapat memudahkan penulis untuk mengevaluasi.
Peneliti Terdahulu :
a)      Pada landasan teori point aset, dalam pemaparan beberapa karakteristik mengenai aset, peneliti mengutip sumber dari peneliti terdahulu yaitu (Kieso, 2010:181).
b)      Pada landasan teori point laporan keuangan, paragraf pertama tentang penjelasan laporan keuangan, peneliti juga mengutip sumber dari peneliti terdahulu yaitu (Kieso, 2010).




















BAB III
METODE PENELITIAN


A.           Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan metode deskriptif.Studi Kasus merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dan subyek yang diteliti serta interaksinya dengan lingkungan.Menurut Sekaran (2009:158), studi deskriptif dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi.

B.            Sumber Data
Peneliti menggunakan beberapa data yang tergolong dalam jenis data kulaitatif dan kuantitatif yang bersumber dari data primer serta data sekunder. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan narasumber dari Koperasi “M” dan catatan peneliti terhadap kegiatan observasi yang dilakukan di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai: sejarah, tujuan, struktur organisasi, dan laporan keuangan dari Koperasi “M”.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian kepustakaan digunakan untuk mendapatkan landasan teori yang relevan dengan masalah penelitian. Peneliti melakukan wawancara langsung dengan beberapa narasumber yang berasal dari Koperasi “M” maupun dari pihak luar yang memiliki hubungan bisnis dengan Koperasi ”M”. Selain melakukan wawancara seperti dijelaskan sebelumnya, peneliti juga akan melakukan survei langsung terhadap objek penelitian ini serta meminta data perusahaan terkait dengan pencatatan serangkaian aset biologis yang dikelola oleh koperasi ini. Peneliti juga melakukan dokumentasi atas beberapa dokumen milik Koperasi “M” yang relevan dengan masalah penelitian.

C.           Jenis Uji
Penelitian ini difokuskan pada evaluasi terhadap aktivitas pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atau pelaporan atas kelompok akun aset biologis yang dimiliki oleh Koperasi “M”.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif. Analisis ini dilakukan dalam bentuk uraian atas data kualitatif dan data kuantitatif yang dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau memperoleh gambaran baru, menguatkan gambaran yang sudah ada atau sebaliknya.Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan atas Koperasi “M”, maka peneliti melakukan analisis data, dimulai dengan menganalisis data keuangan aset biologis entitas ini untuk mendapatkan gambaran mengenai proses pencatatan aset biologisnya. Peneliti akan memeriksa pencatatan terkait aset biologis ini dan membandingkan kesesuaian pencatatan ini dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perusahaan perkebunan di Indonesia. Setelah mendapatkan analisis mengenai kesesuian antara laporan keuangan Koperasi “M” dengan SAK ETAP dan standar akuntansi keuangan atau pedoman akuntansi perkebunan yang lain, maka peneliti akan dapat mengidentifikasi gambaran masalah atas pelaporan aset biologis Koperasi “M”. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, maka peneliti akan menyarankan pemecahan masalah tersebut dengan acuan SAK ETAP dan pedoman akuntansi yang relevan lainnya.















BAB IV
PEMBAHASAN


Menurut penjelasan yang diberikan narasumber, data laporan realisasi produksi yang ada dan  pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, Koperasi “M” belum sepenuhnya menerapkan SAK ETAP dalam membuat laporan keuangannya. Peneliti tidak hanya menggunakan acuan SAK ETAP, tetapi juga menggunakan standar atau pedoman akuntansi lain yang sesuai untuk perlakuan akuntansi aset biologis karena SAK ETAP tidak mengakomodasi penjelasan yang cukup memadai atas akuntansi untuk aset biologis. Standar dan pedoman akuntansi yang juga digunakan adalah: Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN, PSAK 14, PSAK 16, dan PSAK 48. Dikatakan belum sepenuhnya sesuai karena ada beberapa unsur dalam perlakuan akuntansi aset biologis milik Koperasi “M” yang sudah sesuai dengan SAK ETAP dan ada pula beberapa unsur perlakuan akuntansi aset biologisnya yang tidak sesuai dengan SAK ETAP. Unsur yang dianggap sesuai adalah pada: pengakuan aset biologis yang diklasifikasikan dalam TBM dan TM sesuai dengan tahapan transformasi biologisnya dan pengukuran semua unsur biaya dalam pengelolaan aset biologis dengan menggunakan metode biaya historis. Sedangkan beberapa unsur perlakuan akuntansi aset biologis Koperasi “M” yang tidak sesuai adalah:
a)      Belum menerapkan penyusutan terhadap semua aset tanaman kelapa sawit yang menghasilkan.
b)      Belum secara jelas mengakui adanya akun persediaan dalam perlakuan akuntansi terhadap aset biologis tanaman kelapa sawit tersebut.
c)      Belum melakukan penghapusan terhadap bagian tanaman yang rusak atau cacat dalam masa tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, maupun hasil dari penyortiran Tandan Buah Segar (TBS) ketika masa panen.

Berdasarkan beberapa poin kelemahan terkait dengan penerapan SAK ETAP atas perlakuan akuntansi aset biologis Koperasi “M” tersebut, maka peneliti memberikan usulan terkait pengakuan, pengukuran, dan pelaporan akuntansi atas aset biologis tersebut. Terkait pengakuan aset biologis, peneliti mengusulkan untuk mengakui adanya:
1.   Akun penyusutan tanaman menghasilkan: SAK ETAP Bab 15 (Aset Tetap) yang mengharuskan adanya penyusutan atas aset tetap; Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN yang menjelaskan bahwa penyusutan aset tanaman dimulai ketika TBM direklasifikasi ke TM dan dilakukan menggunakan metode garis lurus: dan dalam PSAK No. 16 Revisi 2011 disebutkan bahwa entitas mengalokasikan jumlah pengakuan awal aset pada bagian aset tetap yang signifikan dan menyusutkan secara terpisah setiap bagian tersebut.
2.   Akun persediaan: Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN menjelaskan bahwa akun persediaan menampung beberapa jenis persediaan yaitu hasil tanaman, barang dalam proses, bahan baku, bahan pelengkap; dan konsep mengenai persediaan sebagaimana dijelaskan dalam PSAK No.14 Revisi 2008.
3.   Akun Beban Kerugian atau Penghapusan TBS Cacat/ Tanaman Rusak: peraturan yang ada dalam PSAK No. 48 Revisi 2009 mengenai Penurunan Nilai Aset menjelaskan bahwa penghapusan atas bagian tanaman (aset biologis) yang rusak atau cacat merupakan keharusan karena hal ini adalah bagian dari indikasi penurunan nilai aset.















BAB V
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan SAK ETAP dalam pelaporan akuntansi aset biologis yang telah dilakukan oleh Koperasi “M” belum sepenuhnya dilakukan dengan sesuai. Beberapa poin yang sesuai adalah mengenai pengakuan akun TBM dan TM serta penggunaan metode biaya historis dalam pengukuran unsur-unsur biaya terkait aset biologis. Sedangkan poin ketidaksesuaiannya adalah:
1.   Koperasi “M” tidak mengakui adanya penyusutan atas akun Tanaman Menghasilkan. Hal ini bertentangan dengan standar akuntansi dalam SAK ETAP Bab 15 tentang Aset Tetap, Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN 2011, dan PSAK No. 16 Revisi 2011 tentang Aset Tetap, yang semuanya mengharuskan adanya penyusutan pada aset yang telah memberikan nilai manfaat bagi entitas. Beban penyusutan atas aset biologis pada tanaman menghasilkan juga seharusnya menjadi salah satu unsur penambah dalam perhitungan nilai persediaan hasil panennya. 
2.   Koperasi “M” tidak mengakui adanya akun Persediaan untuk menampung nilai atas hasil panen (Tandan Buah Segar/ TBS) tanaman kelapa sawit. Selama ini Koperasi “M” langsung membebankan semua biaya perolehan TBS ke dalam beberapa akun biaya yang berhubungan dengan aktivitas panen. Hal ini bertentangan dengan konsep dan aturan mengenai persediaan yang ada dalam PSAK No. 14 Revisi 2008 dan Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN 2011.
3.   Koperasi “M” tidak mengakui adanya beban kerugian atas bagian aset biologis yang mengalami kerusakan atau cacat baik dalam masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM) maupun pada saat penyortiran hasil Tandan Buah Segar (TBS). Pelaporan atas nilai yang berkaitan dengan reklasifikasi langsung dilakukan pada nilai bersihnya (setelah dikurangkan dengan barang rusak atau cacat). Hal ini bertentangan dengan peraturan mengenai penurunan nilai aset yang ada pada PSAK No. 48 Revisi 2009.

B.            Saran
Sistematika penulisan cukup jelas dan baik, mulai dari judul penelitian, abstrak, pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, pembahasan dan penutup. Judul penelitian yang digunakan penulis juga jelas dan sesuai dengan apa yang diteliti. Namun tidak dibahas keterbatasan dan kesulitan peneliti dalam jurnal penelitian ini.
Jurnal penelitian ini termasuk cukup jelas, pada bagian penutup sudah memuat kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian.
Dan kepada peneliti selanjutnya untuk memperluas cakupan penelitian mengenai akuntansi aset biologis dan berusaha untuk mendapatkan data laporan keuangan yang benar-benar valid yakni laporan keuangan auditan.
Dengan adanya evaluasi penerapan ini, kami penulis berharap para pembaca atau entitas lebih peduli juga terhadap laporan keuangan dalam aset biologis. Semoga kulasan ini bermanfaat untuk kami dan kalian semua.














DAFTAR PUSTAKA

----------. 2011. Neraca Komparatif 2010-2011 Koperasi “M”. Kubu Raya.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
BAPEPAM. 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan. Surat Edaran Bapepam. www.bapepam.go.id/.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1995. PSAK No. 32 Akuntansi Kehutanan. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. PernyataanStandar Akuntansi Keuangan No.16 Revisi 2011 Aset Tetap. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. PernyataanStandar Akuntansi Keuangan No.23 Revisi 2010 Pendapatan. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. PernyataanStandar Akuntansi Keuangan No.48 Revisi 2009 Penurunan Nilai Aset. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. PernyataanStandar Akuntansi Keuangan No.14 Revisi 2008 Persediaan. Jakarta.
International Accounting Standard Committee. 2008. International Accounting Standard 41 Agriculture.
Kieso, Donald E, Jerry J Weygandt, Terry D Warfield. 2010. Intermediate Accounting, Thirteenth Edition, International Student Version. New York: John Willey & Sons Inc.
PriceWaterhouseCoopers. 2009. A Practical Guide to Accounting for Agricultural Assets. www.pwc.com diakses pada 13 November 2012.
PT. Perkebunan Nusantara I-XIV, Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN. Jakarta.
Ridwan, Achmad. 2011. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT. Perkebunan Nusantara XIV Makasar (Persero). Skripsi. Makassar: Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.
Sari, Kartika Rachma, Rita Martini. 2011. Historical Cost vs Fair Value Accounting atas Pengakuan dan Penilaian Tanaman Perkebunan. Artikel. Jurnal Eksistansi Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Akuntansi Volume 3 Tahun 2011 (362-370). www.pdii.lipi.go.id diakses pada 10 Agustus 2012.
Sekaran, Uma. 2009. Research Methods for Business-Metodologi Penelitian untuk Bisnis Buku 1 Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Yoo Kim-Tai, Almas Heshmati, Jihyoun Park. 2010. Decelerating Agricultural Society: Theoretical and Historical Perspectives. Artikel. Technological Foresting and Social Change An International Journal (479-499).www.sciencedirect.comdiakses pada 07 September 2012.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Critical Review Jurnal Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2013

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2013 Laporan Ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Seminar Akuntansi keuangan Oleh ILA KADIM                                     (171011200168) MARIFA NUR ALIA                      (171011201649) PROGRAM STUDI AKUNTASI S1 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAMULANGKOTA TANGGERANG SELATAN 2020 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan p...

Critical Review Jurnal AKUNTANSI FORENSIK UNTUK BEDAH KASUS KORUPSI

Akuntansi Forensik Untuk Bedah Kasus Korupsi  Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan  Dibimbing Oleh Dosen : RATIH QADARTI ANJILNI  Kelompok 13  Disusun Oleh :  FIFI MILLENIA ANJANI (171011202240)  NITA RIFAUL KHUSNA ( 171011202205 ) PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI  FAKULTAS EKONOMI  UNIVERSITAS PAMULANG  TANGERANG SELATAN  2020 KATA PENGANTAR  Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan nikmatNya kepada kita semua, nikmat ilmu yang diberikan Tuhan kepada kita, sehingga kita bisa menyelesaikan tugas makalah kita yang berjudul “Akuntansi Forensik Untuk Bedah Kasus Korupsi”  Makalah ini adalah tugas yang saya tujukan kepada Ibu Ratih Qadarti Anjilni, selaku Dosen Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Seminar Akuntansi Keuang...

Critical Review Jurnal PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) TERHADAP CITRA PERUSAHAAN (Studi pada PT. Semen Indonesia (Persero,Tbk.)

PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP CITRA PERUSAHAAN  (Studi pada PT. Semen Indonesia (Persero,Tbk.) * ( Mohammad Yaskun¹, Puguh Cahyono²) Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam )   Untuk Mata Kuliah Seminar Akuntansi Dosen Pengampu : RATIH QADARTI ANJILNI S.E., M.Ak.   Disusun Oleh Kelompok 1 5 : 1. Heny Setyowati                               (171011201008) 2. Mega Lestari                                    (171011201486) Program Studi Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang 2020 DAFTAR ISI Abstrak ..............................................................................