Langsung ke konten utama

Critical Review Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Pengaruh Kualitas Penerapan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum Syariah di Indonesia ( Periode 2010-2015)


Pengaruh Kualitas Penerapan Good Corporate  Governance (GCG)


terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum Syariah di Indonesia
( Periode 2010-2015)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan
Nama Dosen : Ratih Qadarti Anjilni S.E.,M.Ak.


Disusun Oleh :

Ernaewati                              Nim : 171011202256
Nurmala Sari                        Nim : 171011202266


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI AKUNTANSI S1
UNIVERSITAS PAMULANG
2020








CRITICAL REVIEW
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

Judul Jurnal              : Pengaruh Kualitas Penerapan Good Corporate  Governance (GCG)   
       terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum Syariah di Indonesia
       ( Periode 2010-2015)
Penulis                        : Angrum Pratiwi ( Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN   
  Samarinda)
Publikasi                    : Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
                                      Volume 2, Nomor 1, Hal 55-76, tahun 2016
Reviewer                    : Ernaewati (171011202256) dan Nurmala Sari (171011202266) 




BAB I

PENDAHULUAN


Munculnya krisis ekonomi finansial yang terjadi di Asia sejak tahun 1997, diawali dari krisis Jepang pada tahun 1990 yang sangat mempengaruhi kinerja dari negara- negara di kawasan Asia, salah satunya Indonesia. Isu penerapan seputar Good Corporate Governance menyertai munculnya krisis tersebut, sebagai alasan utama terjadinya krisis ekonomi se-Asia yang telah dikemukakan oleh Sachs (1998) dalam Muhaimin (2009:105). Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengelolaan usaha untuk melancarkan hubungan antar manajemen, pemegang saham, dan pihak lainnnya yang berkepentingan, tujuannya untuk menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Dalam aspek yang lebih luas penerapan prinsip GCG untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat sekitar. Keberhasilan penerapan GCG, ketika perusahaan mampu menjalankan fungsi akuntabilitas, fairness, transparency, tanggung jawab, dan independensi secara menyeluruh di setiap bagian dalam perusahaan (Tangkilisan , 2003:10).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Company, yang melibatkan investor di Asia, Eropa, dan Amerika terhadap lima negara di Asia. Ditemukan bahwa, Indonesia menduduki posisi paling terakhir dalam pelaksanaan GCG. Survei lain yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC)  menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Lembaga yang bermarkas di Hongkong ini setiap tahun menerbitkan hasil penelitian mengenai skor peringkat GCG di Asia (Sutedi, 2011: 65). Berdasarkan survei PERC, Indonesia menempati posisi tiga terbawah negara Asia dalam menerapkan GCG di Asia. Pengelolaan perusahaan di Indonesia lebih buruk dari negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1

Skor Peringkat Corporate Governance
Negara
Skor
Singapura Hongkong Jepang Filipina Taiwan Malaysia Thailand Cina Indonesia Korea Selatan
Vietnam
2,00
3,59
4,00
5,00
6,10
6,20
6,67
8,22
8,29
8,83
8,89







    Sumber: PERC (2000) dalam Sutedi (2011: 65)
Melihat     fenomena        tersebut pemerintah indonesia bekerjasama dengan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan konsep Good Corporate Governance sebagai tata cara pengelolaan usaha yang sehat dalam rangka economy recovery. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 1999 telah berdiri sebuah lembaga non- pemerintah yaitu Komite Nasional bagi Pengelolaan Perusahaan (KNPP) yang baik. Tugas komite adalah merumuskan dan merekomendasikan kebijakan nasional mengenai pengelolaan perusahaan yang baik bagi dunia usaha Indonesia. Dengan ini diharapkan economy recovery di Indonesia dapat segera terlaksana guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat (Surtedi, 2011: 72).
Bank salah satu komponen dalam perekonomian suatu negara yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi, dimana bank melibatkan banyak pihak dan dihadapkan pada banyak risiko dalam praktiknya. Disisi lain bank harus memiliki kemampuan menjaga kepercayaan para stakeholders, investor dan masyarakat terhadap bank, untuk itu penerapan GCG kepada dunia perbankan perlu agar berdampak jangka panjang dan mendasar (Zarkasyi, 2008: 112). Dalam mendukung hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan peraturan tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi perbankan di Indonesia, maka dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006, tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum dan mulai berlaku sejak tanggal 5 Oktober 2006. Hal ini didasarkan pada peningkatan kualitas pelaksanaan GCG merupakan salah satu upaya untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional sesuai dengan visi Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional (Peraturan Bank Indonesia, 2006: 1).
Dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah tahun 2007, terdapat enam pilar pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Salah satunya adalah menciptakan industri perbankan syariah yang kuat, strategi untuk mendukung pilar tersebut yaitu dengan menerapkan GCG dalam sistem operasional perbankan syariah (Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah, 2007: 16-18). Sesuai dengan pilar tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No. 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance khusus bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Latar belakang PBI GCG bagi BUS dan UUS ini dilandasi pertimbangan bahwa pelaksanaan GCG didalam industri perbankan syariah harus menerapkan prinsip syariah (sharia compliance), yang tercermin dengan adanya tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam pengelolaan BUS dan UUS (Frequently Asked Question, 2010: 1). Kinerja perusahaan dapat dilihat dari aspek keuangan melalui laporan keuangan yang menggambarkan bagaimana keberhasilan kinerja keuangan suatu perusahaan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan salah satuya adalah dengan melakukan suatu teknik analisis rasio. Kinerja keuangan dengan menggunakan berbagai rasio keuangan masih menjadi ukuran penilaian kinerja perusahaan yang paling banyak digunakan (Supatmi, 2007: 186). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007, perihal Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Terdapat enam faktor penilaian kesehatan yang meliputi faktor permodalan (capital), kualitas aset (assets       quality) manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity), dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk). Untuk mengukur masing- masing faktor digunakan teknik analisis rasio yang menggambarkan penilaian dari setiap faktor (Surat Edaran Bank Indonesia, 2007: 3). Terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh penerapan GCG terhadap kinerja keuangan. Penelitian yang dilakukan Purba (2011), mengenai pengaruh GCG terhadap kinerja keuangan pada 30 perusahaan  perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa penerapan GCG berpengaruh signifikan terhadap rasio BOPO dan ROE, dan GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio CAR, ROA, LDR, dan NIM. Penelitian lainnya dilakukan oleh Trinanda dan Mukodim(2010) yang menemukan bahwa skor Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap rasio ROE, ROI, ROA, dan NPM pada perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Corporate Governance Perseption Index. Penelitian yang dilakukan Syam dan Nadja (2012) melihat pengaruh kualitas penerapan GCG terhadap kinerja keuangan pada tujuh bank umum syariah di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA dan kualitas penerapan GCG berpengaruh signifikan terhadap NPF. Penelitian yang dilakukan Zamani dan Moeljadi (2012), hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rasio ROA, ROE, NPM, dan CAR setelah diterapkannya prinsip-prinsip GCG. Penelitian yang dilakukan Riandi & Siregar (2011) dan Sayidah (2007), menemukan bahwa GCG tidak berpengaruh terhadap ROA pada perusahaan yang terdaftar di Coporate Governance Perception Index. Sesuai pemaparan isu diatas dan keberagaman hasil penelitian terdahulu, timbul ketertarikan penulis untuk melakukan sebuah penelitian bagaimana pengaruh kualitas penerapan GCG pada bank umum syariah di Indonesia. Penelitian ini  menguji apakah terdapat pengaruh antara penerapan GCG terhadap kinerja keuangan pada bank umum syariah. Indikator pengukuran kinerja keuangan mengacu kepada penelitian terdahulu, sehingga rasio keuangan yang digunakan yaitu, rasio permodalan (CAR), aktiva produktif (NPF), rasio rentabilitas (ROA, ROE,NIM, dan BOPO), serta rasio likuiditas (FDR).
Akhirnya dapat penulis simpulkan bahwa penilaian kinerja sebuah bank tidak cukup jika dinilai dari aspek keuangan saja, namun aspek non-keuangan menjadi perhatian penting saat ini, salah satunya dari penerapan GCG pada sistem operasional bank. Bank merupakan lembaga yang tergantung kepada dana dan kepercayaan (trust) masyarakat dengan banyaknya risiko internal atau eksternal serta banyaknya aturan yang mengatur sektor perbankan (highly regulated) (Zarkasyi, 2008: 3). Penerapan GCG sudah menjadi keharusan dalam industri perbankan khususnya perbankan syariah saat ini, guna mewujudkan kondisi keuangan yang sehat, kondusif dan sesuai prinsip syariah (sharia compliance). Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan (GCG) yang berkualitas di perbankan. Dengan demikian penulis mengangkat suatu tema penelitian yang berjudul “Pengaruh Kualitas Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia (Periode 2010-2015)”. Tujuan penelitian ini adalah; Untuk mengetahui kualitas penerapan good corporate governance pada bank umum syariah di Indonesia: Untuk mengetahui kualitas penerapan good corporate governance secara parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan rasio CAR, NPF, ROA, ROE, NIM, FDR, dan BOPO pada bank umum syariah di Indonesia. LANDASAN          TEORI            DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengertian Kualitas Penerapan
Pengertian kata kualitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 603) adalah tingkat baik buruknya sesuatu, kadar, derajat atau taraf. Kata penerapan sendiri berasal dari kata “terap” yang mendapat imbuhan kata “pe-an”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1180), kata penerapan diartikan sebagai suatu proses, cara, perbuatan menerapkan atau mempraktikkan. Kata penerapan memiliki pengertian yang sama dengan kata implementasi, yaitu pelaksanaan atau penerapan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 427).
Dari penjelasan diatas, dapat penulis simpulkan pengertian “kualitas penerapan” dalam penelitian ini berarti mutu atau tingkatan yang telah dicapai oleh bank umum syariah di Indonesia dalam melaksanakan atau mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik dalam sistem operasional bank.

1.        Agency Theory

Teori agency muncul setelah ada fenomena pemisahan tugas antara pemilik perusahaan (principal) dengan pihak pengelola perusahaan (agent). Pemilik perusahaan menginginkan keuntungan yang semaksimal mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh pihak manajemen. Menurut Sutedi (2010: 13-17) pemisahan ini memiliki segi negatif, karena pihak pengelola bisa sangat leluasa mengelola perusahaan untuk memaksimalkan laba bagi kepentingan sendiri dengan beban dan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan.
GCG adalah salah satu upaya untuk menjembatani konflik tersebut agar tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk membuat GCG berfungsi dengan baik, terdapat empat kelompok yang harus saling berinteraksi yaitu tersedianya undang-undang atau jaminan hukum yang            kuat,    ditegakkannya accountability, adanya fungsi direksi dan manajer yang membantu direksi (Sutedi, 2010: 29).
Pengertian Good Corporate Governance
Menurut Tangkilisan (2003:11) good corporate governance (GCG) adalah sebuah sistem dan struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan serta mengalokasikannya ke berbagai pihak yang berkepentingan seperti kreditor, supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas. Hal senada diungkapkan pula oleh Sutedi (2011: 58) GCG secara definisi merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua pemegang saham (stakeholders). GCG hanya dapat tercipta apabila adanya keseimbangan antara kepentingan semua pihak dengan kepentingan perusahaan  untuk mencapai tujuan perusahaan (Khairandy dan Malik, 2007: 73). Dari berbagai pengertian tersebut GCG dapat diartikan sebagai tata kelola perusahaan yang  baik dimana adanya sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai perusahaan, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada primary stakeholders      dan      secondary stakeholders. Penerapan GCG ini harus menjaga keseimbangan antara kedua belah pihak sebagai dalam upaya untuk mencapai tujuan ekonomi dan kesejahteraan bersama. Implementasi GCG bagi dunia perbankan harus memegang tiga prinsip utama yaitu kemandirian,   integritas, dan transparansi yang menjadi modal dasar menyelenggarakan bisnis perbankan secara efektif dan berkesinambungan (sustainable) (Tangkilisan, 2003: 13). Struktur Good Corporate Governance Perbankan
Pedoman good corporate governance (GCG) bagi perbankan harus mengandung lima prinsip dasar yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya. Menurut Zarkasyi (2008: 115-124) struktur governance bagi dunia perbankan secara umum mencakup beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
a.         Pemegang Saham, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan bagi pemegang saham, yaitu:
1)                    Menggunakan haknya sebagai pemegang saham dalam memilih Dewan Komisaris dan Direksi.
2)                    Mampu memenuhi kebutuhan modal bank sesuai aturan yang berlaku. Jika tidak mampu memenuhinya,                                  pemegang saham bersedia menyetujui banknya menyatu dengan bank lain.
3)                    Melaksanakan GCG sesuai wewenang dan tanggungjawab. Pemegang saham dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya dan tidak mencampuri   kegiatan operasional bank.
b.        Dewan Komisaris dan Direksi, secara hukum dewan komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan, memberikan nasehat, dan masukan kepada direksi dengan memperhatikan semua kepentingan stakeholders sesuai asas kesetaraan. Sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku direksi bertanggung jawab penuh atas pengelolaan perusahaan serta mewakili perusahaan baik didalam dan luar peradilan. Direksi juga berkewajiban melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam visi, misi, strategi, dan sasaran usaha bank.
c.          Dewan Pengawas Syariah (DPS), bagi bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah harus memiliki DPS. DPS bertugas memberikan pengarahan, konsultasi, evaluasi, dan pengawasan kegiatan operasional bank agar sesuai dengan prinsip Islam.
d.        Stakeholders lainnya, stakeholders yang sangat penting bagi bank adalah deposan, penabung, pemegang giro, debitur, dan karyawan. Dalam hal ini bank harus menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban stakeholders sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Peraturan Bank Indonesia Tentang Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah.

Bank Indonesia menerapkan peraturan baru dalam pelaksanaan penerapan GCG bagi bank umum syariah (BUS). Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan No. 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbs tanggal 30 April 2010, tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Dalam frequently ask question (FAQ, 2009: 1) disebutkan bahwa latar belakang penyusunan PBI GCG untuk BUS dan UUS ini dilandasi pertimbangan bahwa pelaksanaan GCG dalam industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah (sharia compliance), yang dicerminkan dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam mengelola kegiatan usaha BUS dan UUS, serta merupakan amanah dari Pasal 34 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, maka PBI No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum beserta ketentuannya dinyatakan tidak berlaku bagi BUS dan UUS (Peraturan Bank Indonesia, 2009: 49).
Kualitas penerapan GCG diketahui melalui nilai komposit self assessment dalam laporan GCG. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia (2010: 21) penerapan GCG pada bank umum syariah diimplementasikan ke dalam sebelas faktor dan bank wajib melakukan self assessment atas pelaksanaan GCG paling kurang satu kali dalam setahun, adapun sebelas faktor tersebut yaitu:
a.          Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris,
b.         Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi,
c.          Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite,
d.        Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah,
e.         Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan, penyaluran dana serta pelayanan jasa,
f.          Penanganan benturan kepentingan,
g.         Penerapan fungsi kepatuhan Bank,
h.         Penerapan fungsi audit intern,
i.           Penerapan fungsi audit ekstern,
j.           Batas Maksimum Penyaluran Dana,
k.        Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal.

Tabel  2
Self Assessment GCG
Nilai Komposit Hasil Pelaksanaan

Nilai Komposit
Predikat
Komposit
Nilai Komposit
< 1,5
Sangat Baik
1,5        Nilai
komposit < 2,5
Baik
2,5       Nilai
Komposit < 3,5
Cukup Baik
3,5      Nilai
Komposit < 4,5
Kurang Baik
4,5    Nilai
Komposit       5
Tidak Baik

Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/13/DPbS (2010:23)

2.        Kinerja Keuangan & Rasio Penilaian

Menurut Purwadarminta (2007) dalam Zarkasyi (2008: 48), kinerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang dihasilkan atau hasil kerja yang dicapai dari suatu usaha. Sedangkan, pengertian kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh organisasi  dalam periode tertentu dengan mengacu kepada standar yang telah ditetapkan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan pengertian kinerja keuangan adalah kemampuan kerja manajemen keuangan dalam mencapai prestasi kinerjanya.
Rasio keuangan bermanfaat untuk mengetahui  efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan (Laksmana, 2009: 119). Rasio keuangan yang digunakan pada penelitian ini perpedoman pada peraturan Bank Indonesai yaitu Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007, perihal Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Penilaian tersebut meliputi enam faktor, yaitu capital, assets, management, earning, liquidity, dan sensitivity to market risk.Adapun rasio yang digunakan Capital Adequncy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Income Margin (NIM), Financing Deposite Ratio (FDR), dan rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) pada Bank Umum Syariah.

3.        Pengertian dan Fungsi Bank Umum Syariah

Dalam undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan beberapa pengertian terkait perbankan syariah, yaitu:
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan  berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki wewenang dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Sesuai penjelasan diatas pengertian Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembiayaan berdasarkan prinsip hukum Islam. Adapun fungsi bank umum syariah dan unit usaha syariah sesuai dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2008, yaitu memiliki kewajiban menjalankan fungsi dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Selain itu, bank syariah dapat menjalankan fungsi sosial untuk menerima dana yang berasal dari zakat, infak dan sedekah (ZIS) atau dana sosial lainnya. 

1.        Hipotesis Penelitian

a.         Pengaruh penerapan GCG terhadap rasio CAR
Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi bank dalam rangka mengembangkan usahanya. Rasio Capital Adequancy Ratio (CAR) adalah rasio perbandingan modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko untuk menilai seberapa jauh aktiva bank mengandung risiko ikut dibiayai dari modal bank. Bank harus menjaga kecukupan modal untuk memenuhi kewajiban jangka panjang atau jangka pendek. Hal yang perlu diperhatikan dalam rasio ini adalah mengetahui besarnya estimasi risiko yang akan terjadi dalam pemberian pembiayaan (Rivai dan Arifin, 2010: 851).
Salah satu upaya untuk menciptakan tata kelola yang baik (GCG) pada perbankan adalah pengelolaan terhadap risiko. Pengukuran risiko dilakukan untuk mengantisipasi risiko yang terjadi dari operasi perbankan yang semakin komplek dimasa mendatang. Hal ini dilakukan agar hasil penilaian risiko dapat mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya untuk kepentingan perhitungan pasar yang terkait dengan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) (Sutedi, 2011: 88). Dalam Basel Capital Accord I atau BASEL 1, disebutkan bahwa bank harus mengetahui besarnya bobot risiko yang didasarkan pada risiko kredit atau pinjaman dari kumpulan aset yang ada pada neraca bank, untuk itu perlu regulasi agar risiko yang timbul tidak semakin besar (Hardanto, 2006: 19). Pernyataan lain diungkapkan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2006) dalam Ratih (2011), yang menyebutkan bahwa penerapan GCG memudahkan untuk memperoleh modal, sehingga berpengaruh baik terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, GCG pada bank akan terlaksana dengan baik, ketika pengelolaan terhadap risiko berjalan efektif dan akhirnya akan mempengaruhi tingkat rasio CAR pada bank. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis pertama yang diajukan adalah:
H1= Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif terhadap rasio CAR.

b.        Pengaruh penerapan GCG terhadap Rasio NPF

Rasio Non Performing Financing (NPF) adalah perbandingan antara pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan yang disalurkan. Rasio NPF bertujuan untuk mengukur tingkat pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan kualitas pembiayaan pada bank semakin buruk (Surat Edaran Bank Indonesia, 2007: 17).
Pada dasarnya bank sebagai penyalur dana memiliki kepentingan utama untuk mendapatkan keuntungan maksimal dengan menekan seminimal mungkin risiko kegagalan pengembalian pinjaman. Dengan adanya prinsip tersebut tentunya bank menjadi lebih berhati-hati dalam menyalurkan dananya dengan memperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi. Keberadaan prinsip GCG menjadi penting, karena prinsip ini akan membantu                                      bank dalam menjalankan prinsip yang telah ada dan mampu menjamin tingkat pengembalian dana yang dipinjam serta memberikan keuntungan maksimal bagi bank (Surya dan Yustiavandana, 2008: 85).
Prinsip keterbukaan sangat penting dilaksanakan, karena mampu mencegah penyalahgunaan dana yang diberikan guna menghemat pengeluaran dana jika terjadi penyimpangan. Pada akhirnya penerapan prinsip GCG pada dunia perbankan berkaitan erat dengan penyaluran dana yang akan diberikan bank kepada calon debitur dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian (Surya dan Yustiavandana, 2008: 87).
 Dengan demikian, ketika bank menerapkan GCG maka tingkat pembiayaan bermasalah akan semakin berkurang,  karena adanya penerapan prudential banking bank dalam menyalurkan dananya. Artinya jumlah pembiayaan bermasalah yang terjadi di bank semakin menurun dengan penerapan GCG. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis selanjutnya adalah:
H2= Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif terhadap rasio NPF

c.         Pengaruh penerapan GCC terhadap rasio ROA

Rasio Retrun on Assets (ROA) adalah perbandingan laba sebelum pajak dengan rata-rata aktiva produktifnya. Rasio ROA megukur kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan laba dari total aset yang dimiliki. ROA juga menggambarkan perputaran aktiva yang diukur dari volume penjualan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dan semakin baik posisi bank dari penggunaan aset (Rivai dan Arifin, 2010: 866).
Pada dasarnya manajemen perusahaan adalah roda usaha yang menggerakkan perusahaan dalam mencari profit. Tugas manajemen yang paling utama adalah menciptakan kinerja yang efektif dan efisien, sehingga terjadi peningkatan kapabilitas sekaligus kelancaran keadaan finansial  perusahaan. Keberhasilan tersebut dapat dicapai dengan adanya penerapan prinsip-prinsip GCG secara mantap dan menyeluruh (Surya dan Yustiavandana, 2008: 97). Hal senada diungkapkan oleh Riandi dan Siregar (2011: 128) mengatakan bahwa pelaksanaan mekanisme GCG pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan, salah satu diantaranya adalah profitabilitas perusahaan. Dengan demikian, pelaksanaan prinsip- prinsip GCG mampu meningkatkan profitabilitas perusahaan karena keberhasilan kinerja yang dicapai. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis ketiga yang diajukan adalah:
H3 = Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif terhadap rasio ROA.

d.        Pengaruh penerapan GCG terhadap rasio ROE

Rasio Retrun on Equity (ROE) adalah perbandingan laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri (equity). Rasio ROE merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Semakin besar rasio ini menunjukkan kemampuan modal disetor bank dalam menghasilkan laba pemegang saham semakin besar (Zamani dan Moeljadi, 2012: 6).
Rasio ROE sangat berkaitan erat dengan kepentingan para pemegang saham. Filosofi dasar yang dipegang oleh para pemegang saham saat menanamkan modalnya pada sebuah perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal. Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan (laba) maksimal adalah melalui pengelolaan usaha yang baik, karena pemegang saham memiliki keterbatasan dalam mengelola perusahaan, sehingga pihak manajemen   perusahaan (pengelola) harus menerapkan prinsip transparansi dalam melaporkan semua kegiatan perusahaan. Dengan demikian, implementasi GCG memegang peranan penting, sebagai saran untuk mengukur kinerja perusahaan dengan baik (Surya dan Yustiavandana, 2008: 70).
Secara teori penerapan GCG mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan pengelola perusahaan. Karena adanya monitoring yang mengawasi pihak pengelola perusahaan untuk membatasi kepentingan untuk menguntungkan diri sendiri. Sehingga, dapat meningkatkan kinerja perusahaan sekaligus kepercayaan para pemegang saham (pemilik bank) (Dewayanto,  2010:  107).
Santoso (2008) Sulistiyowati dkk. (2010) menyebutkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik merupakan bentuk perlindungan investor terhadap rasio pembayaran deviden. Terdapat korelasi yang kuat antara penerapan GCG dengan kepentingan para pemegang saham untuk memperoleh keuntunganyang maksimal. Penerapan GCG berdampak pada meningkatnya laba (deviden) yang dihasilkan perusahaan,                             sehingga devidenyang dibagikan kepada para  pemegang  saham meningkat pula. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis kelima yang diajukan adalah:
H4 = Kualitas penerapan GCG berpengaruh positifterhadap rasio ROE.

e.         Pengaruh penerapan GCG terhadap rasio NIM

Rasio Net IncomeMargin   (NIM)  adalah perbandingan pendapatan bersih terhadap rata-rata  aktiva produktif. Dalam bank syariah pendapatan bank berupa bagi hasil yang diperoleh bank selama beroperasi. Rasio ini merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk mendapatkan bagi hasil bersih (Surat Edaran Bank Indonesia, 2007: 21).
Secara teoritis manfaat yang ingin didapat dari penerapan GCG adalah meningkatnya kinerja perusahaan melalui terciptanya proses keputusan yang dan operasional perusahaan yang lebih baik (Wahananto, 2009: 16). Dalam bank syariah terdapat proses ALMA (Aset and Liability Management) yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan untuk mengendalikan aktiva dan pasifa secara terpadu guna meningkatkan pendapatan atau income bank (Karim, 2010: 452). Kemudian, adanya Komite Audit dalam perbankan yang bertugas untuk mengawasi proses pelaporan keuangan oleh pihak pengelola bank, sehingga laporan keuangan lebih informatif dan berkualitas. Pengawasan ini, mendorong manajemen bank untuk mengelola keuangan lebih baik, sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan laba perusahaan (Putri, 2010: 4). Diterapkannya prinsip-prinsip GCG akan memperbesar kemampuan perusahan untuk meningkatkan pendapatan bank. Dengan demikian, pelaksanaan prinsip-prinsip GCG mampu meningkatkan pendapatan bersih perusahaan, karena adanya efisiensi dan efektifitas dalam mengelola           perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis kelima yang diajukan adalah:
H5 = Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif terhadap rasio NIM.

f.          Pengaruh penerapan GCG dan rasio FDR

Rasio Financing Deposit Ratio (FDR) adalah rasio perbandingan antara jumlah pembiayaan yang disalurkan dengan total dana pihak ketiga yang terkumpul. Rasio FDR digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas dan kecukupan menajemen risiko likuiditas. Bank dikatakan likuid apabila mempunyai harta lancar lebih besar dari kewajibannya sehingga mampu memenuhi kewajiban keuangannyajangka waktu pendek atau yang segera harus dibayar (Tangkilisan, 2003: 151). Ketika bank tidak mampu menjaga tingkat likuiditasnya, maka dapat menyebabkan krisis likuiditas yang tak dapat dihindari bank, artinya adanya penurunan tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap bank (Hardanto, 2010: 15).
Krisis   kepercayaan dengan adanya rush pada bank, dapat pulih kembali dengan beberapa cara antara lain meningkatkan kewaspadaan bank dan pengawasan bank. Zarkasyi (2008: 112) mengatakan bahwa, salah satu cara untuk mengembalikan    tingkat kepercayaan masyarakat yaitu dengan penerapan prinsip-prinsip GCG pada perbankan. Keberadaan prinsip GCG menjadi penting, karena prinsip ini akan membantu bank  dalam menjalankan prinsip yang telah ada dan mampu meningkatkan kepercayaan atau citra perbankan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG pada akan berpengaruh terhadap tingkat likuditas pada bank. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis terakhir yang diajukan adalah:
H6 = Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif terhadap rasio FDR.

g.         Pengaruh penerapan GCG terhadap rasio BOPO

Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Tujuannya rasio BOPO untuk mengukur efesiensi kegiatan operasional bank syariah. Semakin kecil rasio biaya operasionalnya akan lebih baik, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diterima (Surat Edaran Bank Indonesia, 2007).
Menurut World Bank, good corporate governance merupakan kumpulan hukum, perturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi untuk mendorong kinerja perusahaan agar bekerja lebih efisien. Sehingga, mampu menghasilkan nilai ekonomi dalam jangka panjang berkesinambungan bagi para pemegang saham dan masyarakat sekitar secara keseluruhan (Tangkilisan,2003:11). Pernyataan lain dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Wahananto (2009: 15-16), mengatakan bahwa manfaat yang akan dirasakan perusahaan ketika menerapakan prinsip GCG adalah meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan GCG mampu meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, termasuk didalamnya adalah efisiensi biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam kegiatannya. Artinya ada pengaruh yang kuat antara implementasi GCG dengan tingkat efisiensi operasional perusahaan. Penelitian yang dilakukan Purba (2011) menunjukkan bahwa skor penerapan GCG pada 30 perusahaan perbankan konvensional yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio BOPO. Sesuai penjelasan tersebut, maka hipotesis terakhir yang diajukan adalah:
H7 = Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif terhadap rasio BOPO.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian


Menurut metodenya, jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat asosiatif yaitu adanya hubungan atau pengaruh variabel satu dengan lainnya. Dalam Sugiyono (2010: 36) yang dimaksud asosiatif adalah menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksplanatif asosiatif, dimana hubungan antar variabel tersebut dirumuskan dalam hipotesis penelitian yang akan diuji kebenarannya. Data Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah yang beroperasi dalam kurun waktu tahun 2010 sampai 2015. Sampel data diambil dengan teknik purposive sampling, kriteria yang digunakan yaitu:
1.               Bank telah beroperasi selama periode 2010-2015,
2.               Menerbitkan laporan tahunan periode 2010-2015,
3.               Bank menerbitkan laporan pelaksanaan GCG selama 2010- 2015 yang mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesi (SE BI), yaitu:PBI Nomor 11/33/PBI/2009     tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dan SE BI No. 12/13/DPbS tanggal 30 April 2010, perihal Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari laporan tahunan dan laporan pelaksanaan good corporate governance bank umum syariah yang telah dipublikasikan secara resmi oleh masing-masing bank. Diperoleh 10 sampel penelitian dari 11 populasi bank umum syariah yang ada di Indonesia
Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan  program SPSS (Statistic Product & Services Solution) versi 20.0. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah model regresi variabel terikat dan variabel bebas telah menyebar dengan normal atau tidak. Uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov (Uji K-S), dimana tingkat signifikansi > 0,05, maka data terdistribusi dengan normal. Uji autokorelasi menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu antara periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah autokorelasi yaitu varian sampel tidak dapat menggambarkan varian populasinya (Priyatno, 2009: 75). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, jika nilai D-W antara -2 sampai 2 maka tidak terjadi gejala autokorelasi. Uji heteroskedastisitas, keadaan    dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Syarat model regresi yang baik adalah tidak adanya heteroskedastisitas, karena ini menyebabkan penaksiran menjadi tidak efisien dan nilai koefisien determinasi menjadi sangat tinggi (Priyatno, 2010: 83). Mendeteksinya dengan uji Spearman’s Rho. Jika, nilai siginifikani >0.05 maka pada model ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas (Priyatno, 2010: 84).


Pengujian Hipotesis
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variable independen terhadap variabel dependen secara individual atau parsial dalam menerangkan variabel dependen. Dalam bukunya Ghozali (2012: 99) pengambilan keputusan dengan membandingkan hasil uji t hitung dengan t tabel dan melihat nilai signifikansi (α: 5%), yaitu jika nilai t hitung > t tabel maka Ha diterima, artinya                                                               variabel    independen berpengaruh terhadap variabel dependen secara parsial dan sebaliknya. Jika nilai probabilitas (nilai signifikansi) ≤0.05 jadi  H0ditolak, maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil uji normalitas pada table 3 dibawah menunjukkan bahwa data (N=60) yang digunakan terdistribusi secara normal, karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05.Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai durbin- watson antara -2 sampai +2, artinya tidak terjadi gejala autokorelasi pada model regresi yang digunakan.Tabel 3 dibawah menunjukkan tingkat signifikansi > dari 0.05, artinya tidak terjadi gejala heterokedastisitas.
Tabel 3
Hasil Uji Asunsi Klasik
Uji
K-S
Nilai
Sig.
Ket.
Uji
D-W
Nilai Sig.
Sperman Rho’
1.682
0.097
Normal
1.531
0.098 > 0.05
0.602
0.861
Normal
0.709
0.073 > 0.05
1.756
0.064
Normal
1.318
0.780 > 0.05
1.046
0.224
Normal
1.034
0.148 > 0.05
0.736
0.650
Normal
0.855
0.624 > 0.05
1.728
0.105
Normal
0.804
0.115 > 0.05
1.742
0.125
Normal
1.514
0.222 > 0.05
Kualitas penerapan Good Corporate Governance Bank Umum Syariah

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dari laporan kualitas penerapan GCG, terdapat 10 bank umum syariah yang dijadikan sampel penelitian yaitu: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BCA Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank Panin Syariah, MayBank Syariah & BRI Syariah. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas penerapan GCG masuk dalam Peringkat 2, dimana nilai komposit antara 1.55 hingga 2.50. Hal ini menunjukkan bahwa  penerapan GCG pada bank umum syariah masuk dalam kategori “Baik”, artinya hasil penilaian self assessment penerapan GCG pada BUS sesuai dengan sebelas indikator yang telah ditentukan Bank Indonesia dalam menilai kualitas penerapan GCG bagi BUS. Penjelasan ini sekaligus menjawab rumusan masalah yang pertama,  yaitu mengetahui bagaimana kualitas penerapan GCG pada BUS di Indonesia.
Hasil Statistik Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel indepeden terhadap variabel dependen secara parsial atau individu. Suatu variabel independen berpengaruh secara signifikan jika nilai signifikansi hasil perhitungan lebih kecil dari 0.05 dan nilai t hitung > t tabel. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kualitas penerapan GCG berpengaruh positif signifikan terhadap rasio CAR, NPF & BOPO. Kualitas penerapan GCG berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio ROA & ROE. Sedangkan, kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap rasio NIM & FDR, hal ini dapat terlihat pada tabel dibawah:





Tabel 4
Hasil Uji t (Uji Parsial)
Rasio
Uji t
Nilai Sig.
Ket.
CAR
2.123
0.038
< 0.05
Berpengaruh =
Positif & Signifikan
NPF
2.564
0.013
< 0.05
Berpengaruh = Positif &
Signifikan
ROA
- 2.671
0.010
< 0.05
Berpengaruh =
Negatif & Signifikan
ROE
- 3.160
0.003
< 0.05
Berpengaruh =
Negatif & Signifikan
NIM
0.341
0.735
> 0.05
Tidak
Berpengaruh
FDR
1.643
0.106
> 0.05
Tidak
Berpengaruh
BOPO
2.233
0.029
< 0.05
Berpengaruh = Positif &
Signifikan
Sumber: Hasil olah data, 2016

Pembahasan Hipotesis
1.         Hipotesis Pertama
Nilai t hitung sebesar 2.123 dan tingkat signifikansi 0.038, maka H1 terbukti. Artinya bahwa kualitas penerapan GCG berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio CAR pada bank umum syariah. Modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka menciptakan usaha yang sehat dan dapat menampung risiko kerugian. Kualitas penerapan GCG memegang peranan penting untuk menciptakan kinerja perusahaan yang baik, salah satu dalam pengelolaan risiko yang lebih efektif. Menurut Forum for Corporate Governance  in Indonesia (2006) dalam Ratih (2011), yang menyebutkan bahwa penerapan GCG memudahkan untuk memperoleh modal, sehingga berpengaruh baik terhadap kinerja keuangan. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kualitas yang baik dalam penerapan prinsip- prinsip GCG mampu menciptakan pengelolaan risiko yang lebih efektif,           pada    akhirnya meningkatkan kecukupan modal dalam menyerap kerugian dan pemenuhan modal minimumpada bank umum syariah. Hasil penelitian ini konsisten dengan Zamani dan Moeljadi (2012) yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan terhadap rasio CAR setelah penerapan GCG pada PT. Bank BNI, hal tersebut membuktikan adanya peningkatan kinerja setelah penerapan GCG terhadap rasio CAR. Namun, hasil penelitian ini bertolak belakang  dengan penelitian Purba (2011) yang mengungkapkan bahwa skor penerapan GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio CAR, artinya skor penerapan GCG bukan indikator yang mempengaruhi rasio CAR pada 30 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2.         Hipotesis Kedua
Nilai t hitung sebesar 2.564 dan tingkat signifikansi sebesar 0.013, maka H2 terbukti. Hasilnya menunjukkan kualitas penerapan GCG berpengaruh positif signifikan rasio NPF pada bank umum syariah. Bank merupakan lembaga yang mengutamakan prudential principle dalam menyalurkan dananya dan adanya evaluasi berkala terhadap pengelolaan risiko yang terjadi guna meminimalkan tingkat pembiayaan bermasalah. Peraturan Bank Indonesia dalam penerapan GCG mewajibkan BUS memiliki Komite Manajemen Risiko dan Satuan Manajemen Risiko yang secara teori dapat mengurangi risiko  pembiayaan yang timbul. Diperkuat dengan adanya fungsi audit intern dan ekstern yang turut mengurangi risiko pembiayaan pada BUS (Syam dan Nadja, 2012).

Hasil penelitian rupanya sejalan dengan teori yang ada, dimana kualitas penerapan GCG berpengaruh terhadap rasio NPF. Artinya indikator yang ditetapkan Bank           Indonesia                    dalam implementasi GCG mampu mengurangi pembiayaan bermasalah yang timbul pada BUS. Hasil penelitian tidak konsisten dengan penelitian Syam dan Nadja (2012) mengatakan bahwa kualiats penerapan GCG berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio NPF pada bank umum syariah. Perbedaan tersebut terjadi diduga karena Syam dan Nadja (2012) menggunakan satu periode pengamatan tahun 2010 pada tujuh BUS. Sedangkan, dalam penelitian ini data yang digunakan cukup konsisten selama enam tahun berturut-turut dengan 10 sampel BUS.
3.         Hipotesis Ketiga
Nilai t hitung sebesar -2.671 dan tingkat signifikansi sebesar 0.010, maka H3 tidak terbukti. Hasil penelitian menunjukkan kualitas penerapan GCG ternyata berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio ROA. Rasio ROA menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari kekayaan yang dimiliki perusahaan dan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit. Pelaksanaan mekanisme GCG yang baik menyebabkan perusahaan mampu meningkatkan aset yang dimiliki. Pengelolaan yang baik mampu mendorong efektivitas penggunaan aktiva perusahaan dan meningkatkan kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih, sehingga mampu menaikkan rasio profitabilitas perusahaan (Ratih, 2011: 21).
Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori yang ada, hal ini diduga karena indikator penerapan GCG yang ditetapkan BI cenderung bersifat jangka panjang terhadap tingkat pengembalian atau  return on assets bank. Dimana peraturan BI tentang GCG bagi bank syariah baru efektif berlaku pada tahun 2010. Banyak BUS yang spin off pada 2010, sehingga perolehan laba dan aset yang dimiliki bank belum mencapai            standar            yang ditentukan.Pernyataan lainnya dikemukakan oleh Center for International Private Enterprise (2002) dalam Syam dan Nadja (2012) mengemukakan bahwa kegagalan penerapan GCG pada industri perbankan di negara berkembang termasuk di Indonesia, karena penerapan GCG belum diterapkan secara masif. Artinya walaupun internal bank telah menerapkan prinisip GCG, namun pihak esternal belum sepenuhnya menerapkan GCG. Sedangkan, BUS dalam sistem pembiayaan mengadopsi model revenue sharing dimana tingkat pengembalian ditentukan oleh kinerja nasabahnya. Maka secara langsung tinggi- rendahnya tingkat pengembalian yang dicapai nasabah akan menentukan            tinggi-rendahnya tingkat pengembalian pada BUS.
4.         Hipotesis Keempat
Nilai t hitung sebesar -3.160 dan tingkat signifikansi sebesar 0.003 maka H4 tidak terbukti. Hasil penelitian justru menunjukkan kualitas GCG ternyata berpengaruh negatif signifikan terhadap rasio ROE. Rasio ROE sangat berkaitan erat dengan kepentingan para pemegang saham. Prinsip dasar yang dipegang oleh para pemegang saham saat menanamkan modalnya adalah untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal. Pemegang saham tentunya memiliki keterbatasan dalam mengelola perusahaan, sehingga pihak manajemen (pengelola) harus menerapkan prinsip transparansi dalam melaporkan semua kegiatan perusahaan. Hal ini akan mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan pengelola perusahaan, karena adanya monitoring yang mengawasi pihak pengelola perusahaan guna membatasi kepentingan pribadi (Dewayanto, 2010: 107). Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan GCG berpengaruh kuat pada peningkatan deviden perusahaan, sehingga deviden yang dibagikan kepada seluruh para pemegang saham lebih tinggi.
Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori yang ada, dimana kualitas penerapan GCG memiliki pengaruh negatifterhadap rasio ROE pada BUS. Artinya kualitas penerapan GCG yang semakin baik akan menurunkan rasio Return On Equity. Penurunan ini terjadi karena tingkat rasio ROE yang dihasilkan rendah, didukung dengan market share bank syariah masih dalam kisaran 4-5% secara nasional. Sehingga, penerapan GCG belum berdampak positif terhadap return on equity bank. Hasil riset lainnya dalam Bursa Efek Indonesia (Sulistiyowati dkk, 2010), faktor lain diduga turut mempengaruhi kebijakan deviden yaitu perusahaan yang tercatat di Indonesia sebagian besar masih bersifat kekeluargaan, sehingga kemungkinan adanya konflik keuntungan   dan kepentingan sepihak yang mengesampingkan hak pemegang saham minoritas kemungkinan besar bisa terjadi.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Purba (2011) yang menyatakan bahwa penerapan GCG berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio ROE pada 30 perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Namun, hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan Riandi dan Siregar (2012),  Supatmi (2007), Sayidah (2007), dan Agnita (2011) yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip GCG tidak berpengaruh ROE pada perusahaan.
5.         Hipotesis Kelima
Nilai t hitung sebesar 0.341 dan tingkat signifikansi sebesar 0.735, maka H5 tidak terbukti. Kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap rasio NIM. Secara teoritis manfaat yang ingin didapat dari penerapan            GCG   adalah meningkatnya kinerja perusahaan melalui terciptanya keputusan yang lebih baik dan operasional perusahaan yang lebih  baik. Adanya proses ALMA (Aset and Liability Management) dalam perbankan            syariah yang merencanakan dan mengawasi pengelolaan aktiva dan pasifa secara terpadu turut meningkatkan pendapatan atau income bank. Disisi lain adanya pengawasan Komite Audit dalam proses pelaporan keuangan oleh pihak pengelola bank, mampu mendorong manajemen bank untuk mengelola keuangan lebih baik dan meningkatkan            pendapatan perusahaan (Putri, 2010: 4). 
Dengan demikian, pelaksanaan prinsip-prinsip GCG mampu meningkatkan pendapatan bersih perusahaan, karena adanya efektifitas dalam mengelola perusahaan. Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori yang ada, dimana kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap NIM. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya tingkat NIM yang rendah dan bervariasi antara bank satu dengan bank lainnya. Bank belum maksimal menerapkan prinsip GCG dalam seluruh kegiatan bank. Hasil tersebut rupanya sejalan dengan penelitian Purba (2011) menyatakan bahwa penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap rasio NIM pada 30 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
6.         Hipotesis Keenam
Nilai t hitung 1.643 dan tingkat signifikansi 0.106, maka H6 tidak terbukti. Kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap rasio FDR pada bank umum syariah. Secara teoritis penerapan GCG mampu meningkatkan kepercayaan nasabah untuk menyalurkan dananya atau melakukan pembiayaan di bank. Rasio FDR digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas dan kecukupan menajemen risiko likuiditas. Ketika bank tidak mampu menjaga tingkat likuiditasnya, maka menyebabkan krisis likuiditas yang tak dapat dihindari bank. Artinya ada penurunan tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap bank. Untuk memulihkan kembali kepercayaan terhadap bank, salah satunya dengan penerapan prinsip- prinsip GCG pada perbankan (Zarkasyi, 2008: 112).
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Purba (2011) yang menyatakan bahwa penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap rasio LDR pada 30 perbankan konvensional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kualitas GCG rupanya tidak berpengaruh terhadap FDR dan LDR pada bank syariah maupun bank konvensional. Tata kelola perusahaan yang baik belum mampu meningkatkan jumlah pembiayaan  yang disalurkan kepada masyarakat.
7.         Hipotesis Ketujuh
Nilai t hitung sebesar 2.233 dan tingkat signifikansi 0.029, maka H7 terbukti. Artinya kualitas penerapan GCG berpengaruh positif signifikan terhadap rasio BOPO pada bank umum syariah.Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Tujuan rasio BOPO untuk mengukur efesiensi kegiatan operasional bank. Pada dasarnya implementasi good corporate governance mendorong kinerja perusahaan agar bekerja lebih efisien, termasuk di dalamnya meningkatkan efisiensi operasional kegiatan perusahaan, sehingga menghasilkan nilai ekonomi dalam jangka   panjang, dan berkesinambungan bagi para pemegang saham serta masyarakat secara keseluruhan (Tangkilisan, 2003:11).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas penerapan GCG berpengaruh positif dan signifikan terhadap            rasio     BOPO. Implementasi GCG yang baik akan berpengruh terhadap peningkatan efisiensi kegiatan operasional pada bank umum syariah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba (2011) yang menunjukkan bahwa skor penerapan GCG pada 30 perusahaan perbankan berpengaruh positif signifikan terhadap rasio BOPO.










PENUTUP
Kesimpulan
1.                      Kualitas penerapan GCG sesuai hasil pengamatan memiliki rata-rata nilai komposit sebesar 1.55-2.20 yang masuk kedalam kategori “Baik” atau peringkat kedua. Artinya kualitas penerapan GCG pada BUS telah sesuai dengan 11 indikator yang telah ditetapkan Bank Indonesia melalui peraturan No. 11/33/PBI/2009 mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah.
2.                      Secara parsial pengaruh kualitas GCG terhadap kinerja keuangan, disimpulkan sebagai berikut:
a.          Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif signifikan terhadap CAR.
b.          Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif signifikan terhadap NPF.
c.          Kualitas penerapan GCG berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.
d.          Kualitas penerapan GCG berpengaruh negatif signifikan terhadap ROE.
e.          Kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap NIM.
f.           Kualitas penerapan GCG tidak berpengaruh terhadap FDR.
g.          Kualitas penerapan GCG berpengaruh positif signifikan terhadap BOPO.
Dapat disimpulkan, berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa H1, H2, dan H 7 terbukti, sedangkan H3, H4, H5, dan H6 tidak terbukti.

Saran


                                Tentunya sebuah penelitian ingin memberikan kontribusi bagi objek penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan secara umum. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan bank umum syariah mampu mempertahankan prestasi yang telah dicapai dalam penerapan  good corporate governance. Penerapan GCG bisa terlaksana lebih baik untuk periode selanjutnya guna meningkatkan performa bank baik dari aspek operasional atau aspek keuangan khususnya dalam peningkatan profitabilitas bank umum syariah. Serta bank syariah dapat meningkatkan ROE, agar tingkat kepercayaan terhadap investor akan semakin tinggi.

Keterbatasan


Dalam sebuah penelitian tentunya terdapat keterbatasan penelitian. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkannya.
1.   Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya kualitas penerapan GCG. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya bisa menambah jumlah variabel independen yang secara teoritis bisa mempengaruhi kinerja keuangan.
2.   Penerapan GCG tidak hanya berlaku pada bank umum syariah, namun seluruh bank umum telah menerapkan aturan ini di Indonesia. Pada peneliti selanjutnya bisa membandingkan bagaimana penerapan GCG dari aspek syariah dan konvensional.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Critical Review Jurnal Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2013

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Earnings Response Coefficient (ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2013 Laporan Ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Seminar Akuntansi keuangan Oleh ILA KADIM                                     (171011200168) MARIFA NUR ALIA                      (171011201649) PROGRAM STUDI AKUNTASI S1 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAMULANGKOTA TANGGERANG SELATAN 2020 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan p...

Critical Review Jurnal AKUNTANSI FORENSIK UNTUK BEDAH KASUS KORUPSI

Akuntansi Forensik Untuk Bedah Kasus Korupsi  Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan  Dibimbing Oleh Dosen : RATIH QADARTI ANJILNI  Kelompok 13  Disusun Oleh :  FIFI MILLENIA ANJANI (171011202240)  NITA RIFAUL KHUSNA ( 171011202205 ) PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI  FAKULTAS EKONOMI  UNIVERSITAS PAMULANG  TANGERANG SELATAN  2020 KATA PENGANTAR  Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan nikmatNya kepada kita semua, nikmat ilmu yang diberikan Tuhan kepada kita, sehingga kita bisa menyelesaikan tugas makalah kita yang berjudul “Akuntansi Forensik Untuk Bedah Kasus Korupsi”  Makalah ini adalah tugas yang saya tujukan kepada Ibu Ratih Qadarti Anjilni, selaku Dosen Mata Kuliah Seminar Akuntansi Keuangan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Seminar Akuntansi Keuang...

Critical Review Jurnal PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) TERHADAP CITRA PERUSAHAAN (Studi pada PT. Semen Indonesia (Persero,Tbk.)

PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP CITRA PERUSAHAAN  (Studi pada PT. Semen Indonesia (Persero,Tbk.) * ( Mohammad Yaskun¹, Puguh Cahyono²) Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam )   Untuk Mata Kuliah Seminar Akuntansi Dosen Pengampu : RATIH QADARTI ANJILNI S.E., M.Ak.   Disusun Oleh Kelompok 1 5 : 1. Heny Setyowati                               (171011201008) 2. Mega Lestari                                    (171011201486) Program Studi Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang 2020 DAFTAR ISI Abstrak ..............................................................................